Dimasa sebelum tahun 1685, di wilayah Bengkulu sekarang terdapat beberapa
kerajaan kecil, yaitu disamping Kerajaan Empat Petulai, yang juga terkenal
dengan Kerajaan Depati Tiang Empat dengan Rajo Depatinya di Pegunungan Bukit
Barisan di daerah Rejang Lebong serkarang, ada di bagian pesisir Bengkulu
Kerajaan Sungai Serut di Bengkulu, Kerajaan Selebar di daerah Lembak Bengkulu
Utara,Kerajan Sungai Lemau di daerah Pondok Kelapa Bengkulu Utara, dan
Kerajaan anak Sungai di daerah Muko-Muko.
Kerajaan-kerajaan kecil tersebut, tidak terbentuk suatu Negara dengan
kekuasaan mutlak. Kerajaan itu terdiri dari dusun-dusun yang dipimpin oleh
seorang kepala yang dipilih oleh para penduduknya dan para kepala dusun secara
sukarela menggabungkan diri pada kerajaan dan Raja adalah lambang kesatuan.
Menurut sejarah, Kota Bengkulu didirikan pada tahun 1719 Masehi. Gubernur
Inggris diperkenankan oleh Raja-raja Bengkulu untuk kembali ke Ujung Karang,
pada waktu itu Pemerintah Inggris dipaksa untuk mendirikan pusat perdagangan
yang diberi nama Pasar Marlborough, yang oleh orang Bengkulu lazim disebut
Pasar Malabero yang merupakan cikal bakal Kota Bengkulu.
Sebelum Inggris datang ke Bengkulu, di Bengkulu sudah ada Kerajaan-kerajaan
yaitu Kerajaan Sungai Serut dan Kerajaan Sungai Lemau. Kerajaan Sungai Serut
didirikan oleh Bintang Roano yang terkenal dengan gelar Ratu Agung yang berasal
dari Kerajaan Majapahit, sedangkan Kerajaan Sungai Lemau dengan Rajanya Datuk
Bagindo Maharaja Sakti yang berasal dari Kerajaan Pagaruyung Sumatera Barat.
Salah seorang dari Ratu Agung yang bernama Putri Gading Cempaka memiliki
wajah yang sangat cantik dan menawan hati bagi setiap orang yang
memandangnya, sehingga rona kecantikannya ini tersiar sampai ke Negeri
Aceh. Oleh karena kecantikannya ini pulala seorang putra raja Aceh datang untuk
meminang Putri Gading Cempaka.
Setelah lamaran (pinangan) putra Raja Aceh tersebut diterima oleh Ratu
Agung, Putra Raja Aceh Kembali ke Negerinya, akan tetapi malang tak dapat
ditolak, mujur tak dapat diraih, ketika Putra Raja Aceh dating lagi ke Kerajaan
Sungai Serut untuk melaksanakan pernikahan dengan Putri Gading Cempaka,
Ayahanda dari Putri gading Cempaka yaitu Ratu Agung baru saja meninggal dunia.
Karena Karajaan Sungai Serut masih dalam suasana berkabung, rencana
pernikahan terpaksa ditolak oleh kakak Putri Gading Cempaka yang bernama Raja
Anak Dalam Muaro Bangkahulu yang menggantikan Ayahandanya sebagai Raja Sungai
Serut.
Mendapat penolakan itu, Raja Aceh sangat tersinggung dan terjadilah perang
antara Kerajaan Sungai Serut dengan pasukan Raja Aceh. Dalam perang yang tidak
seimbang, karena laskar Raja Aceh lebih banyak dan lebih siap, maka kerajaan
Sungai Serut hanya mampu bertahan dengan membuat empang (blokade) ke hulu.
justify;">
Dengan taktik blokade atau empang ke hulu Sungai Serut, tentara Aceh dapat
dikalahkan dan akhirnya kembali ke Aceh. Keberhasilan membuat empang ke hulu
inilah yang akhirnya diabadikan menjadi Bangkahulu yang lazimnya disebut
masyarakat setempat menjadi Bengkulu. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1615
masehi.
Seusai perang, Kerajaan Sungai Serut meninggalkan Kerajaan yang sudah
hancur dan pindah ke dusun Rindu Hati dan Gunung Bungkuk. Beberapa tahun
kemudian keluarga kerajaan ini turun gunung dan membuat daerah pemukiman baru
di Muara Sungai Serut. Putri Gading Cempaka akhirnya menikah dengan Datuk
Bagindo Maharajo Sakti dari Kerajaan Pagaruyung Sumatera Barat. Bandar muara
sungai serut berganti nama menjadi Bandar Muara Bangkahulu yang pada akhirnya
perkembangannya berubah menjadi pasar Bengkulu. Inggris menginjakkan kaki di
Bengkulu pada tahun 1685 yang dipimpin oleh Kapten J. Andrew dengan menggunakan
3 buah kapal yang bernama The
Caesar, The Resolution dan The Defance.
Pada tahun 1714 sampai dengan tahun 1719, Inggris mendirikan Benteng Fort
Marlborough di bawah pimpinan wakil Gubernur England Indishe Company (EIC)
yaitu Joseph collet. Namun kerena kesombongan dan keangkuhan Joseph Collet, begitu
Benteng Fort Marlborough selesai dibangun pada tahun 1719, rakyat Bengkulu
dibawah pimpinan Pangeran Jenggalu menyerang orang Inggris di Ujung Karang dan
Benteng Fort Marlborough dapat dikuasai Rakyat Bengkulu. Dalam pertempuran
tersebut Gubernur Inggris Thomas Parr mati terbunuh oleh Pangeran Jenggalu.
Orang Inggris dapat diusir dari Bengkulu dan mereka lari ke Madras (India).
Karena takut dan khawatir terhadap Belanda dan VOC nya akan memperluas
kekuasaannya di Bengkulu dan Belanda bermarkas di Desa Kandang, maka pada tahun
1720 Raja Sungai Lemau memberikan izin kepada Inggris untuk kembali ke Bengkulu
dengan syarat hanya boleh mendirikan pusat perdagangan (pasar) di dekat Benteng
Fort Marlborough yang dengan lidah orang Bengkulu lazim disebut Pasar Malabero,
sejak itu Bengkulu lama-kelamaan bersatu dengan pasar malabero dan akhirnya
menjadi Kota kecil yang disebut Bengkulu.
Pada zaman Belanda, Kota kecil Bengkulu dijadikan sebagai pusat
pemerintahan “GEWES
BENCOOLEN” sampai akhirnya pemerintahan Belanda pada tahun 1942. Pada tahun 1942 pada
masa pemerintahan Jepang dan revolusi fisik Kota Bengkulu ini menjadi ajang
pertempuran untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan, karenanya tidak
sedikit putra Bengkulu yang gugur sebagai kusuma Bangsa.
Pada masa revolusi fisik Kota Bengkulu menjadi tempat kedudukan Gubernur
militer Sumatera Selatan yang kala itu Gubernurnya adalah DR.
AK. GANI sejak awal kemerdekaan Kota Bengkulu menjadi ibukota Keresidenan Bengkulu
dari Provinsi Sumatera Selatan dan sekaligus menjadi ibukota Kabupaten Bengkulu
Utara.
Setelah Bengkulu menjadi Provinsi pada tanggal 18 November 1968, Kota
Bengkulu resmi menjadi ibukota provinsi Bengkulu. Berkenaan dengan sejarah
berdirinya Kota Bengkulu, maka Pemerintah daerah telah menetapkan dalam
Peraturan Daerah Kotamadya Bengkulu Nomor 01 tahun 1991, bahwa setiap
tanggal 17 Maret ditetapkan secara resmi sebagai hari jadi Kota Bengkulu dengan MOTTO “SEIYO
SEKATO KITO BANGUN BUMI PUTRI GADING CEMPAKA MENUJU KOTA SEMARAK (SEJUK,
MERIAH, AMAN, RAPI DAN KENANGAN)”.
sumber : http://www.bengkulukota.go.id/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar