SUMBER-SUMBER
AJARAN ISLAM
DI
SUSUN OLEH KELOMPOK 2 :
1. Anisa
Zulfa
2. Elda
Yeni
3. Ereski
Citra
4. Putra
Sandika
5. Sarto
Bagio
AKADEMI
FARMASI AL-FATAH
TAHUN
PELAJARAN 2016/2017
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT. Dia-lah
yang telah menganugrahkan Al-Qur’an sebagai hudan li al-nas (petunjuk bagi
seluruh manusia) dan rahmatan li al-‘alamin (rahmat bagi segenap alam). Dia-lah
yang Maha Mengetahui makna dan maksud kandungan Al-Qur’an, jika Allah memberikan petunjuk kepada seseorang, maka tidak ada
seorang pun yang bisa menyesatkannya. Sebaliknya, jika Dia menyesatkan
seseorang, maka tidak ada seorang pun yang bisa memberikan petunjuk kepadanya.
Shalawat
dan salam semogah tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, yang menjadi utusan dan
manusia pilihan-Nya. Dia-lah sebagai penyampai, pengamal, dan penafsir pertama
Al-Qur’an. Dia-lah yang membawa pencerahan pada masa jahiliah yang betapa
hancurnya nilai-nilai keagamaan dan kesosialan.
Dengan
pertolongan dan hidayah-Nya-lah Makalah “Sumber-sumber Ajaran Islam” ini dapat
diselesaikan. Tulisan-tulisan dalam makalah ini adalah merupakan tugas
perkelompok dari dosen mata kuliah Agama Islam yang diambil dari resensi
buku-buku para pakar ilmu tentang Sumber-sumber Ajaran Islam .
Merupakan
suatu harapan pula, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca,
khususnya untuk penulis sendiri. Kritik dan saran dari pembaca akan sangat
perlu untuk memperbaiki dalam penyusunan makalah dan akan di terima dengan
senang hati. Serta semoga makalah ini tercatat sebagai amal saleh dan menjadi
motivator bagi penulis untuk menyusun makalah yang lebih baik dan bermanfaat.
Amiin.
Bengkulu,
8 November 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Islam berkembang sangat pesat ke seluruh penjuru dunia
dengan kecepatan yang menakjubkan, yang sangat menarik dan perlu diketahui
bahwa Dinul Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW adalah suatu agama yang
sekaligus menjadi pandangan atau pedoman hidup. Banyak sumber-sumber ajaran
Islam yang digunakan mulai zaman muncul pertama kalinya Islam pada masa
rasulullah sampai pada zaman modern sekarang ini. Sumber-sumber yang berasal dari
agama Islam merupakan sumber ajaran yang sudah dibuktikan kebenarannya yaitu
bertujuan untuk kemaslahatan umat manusia, sumber-sumber ajaran Islam merupakan
sumber ajaran yang sangat luas dalam mengatasi berbagai permasalahan seperti
bidang akhidah, sosial, ekonomi, sains, teknologi dan sebagainya.
Islam sangat
mendukung umatnya untuk mempelajari ilmu pengetahuan, terutama yang bersumber
dari sumber ajaran Islam yaitu Al-Qur’an, Sunah, Ijma’, Qiyas dan juga ijtihad.
Begitu sempurna dan lengkapnya sumber-sumber ajaran Islam. Namun permasalahan
disini adalah banyak umat Islam yang belum mengetahui betapa luas dan
lengkapnya sumber-sumber ajaran Islam guna mendukung umat Islam untuk maju
dalam bidang pengetahuan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa
saja sumber-sumber ajaran islam ?
2. Apa
pengertian Al-Qur’an ?
3. Apa
pengertian Asbabun nuzul
Al-Qur’an ?
4. Apa
saja tahapan turunnya Al-Qur’an ?
5. Bagaimana
keautentikan dan keaslian Al-Qur’an ?
6. Bagaimana
prinsip penetapan hukum dalam Al-Qur’an ?
7. Apa
saja kedudukan dan fungsi Al-Qur’an ?
1.3 Tujuan
1.
Mengetahui apa saja sumber ajaran islam.
2.
Mengetahui pengertian Al-Qur’an.
3.
Mengetahui pengertian Asbabun Nuzul Al-Qur’an.
4.
Mengetahui tahapan turunnya Al-Qur’an.
5.
Mengetahui keautentikan dan keaslian Al-Qur’an.
6.
Mengetahui prinsip penetapan hukum dalam Al-Qur’an.
7.
Mengetahui kedudukan dan fungsi Al-Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dan macam-macam sumber ajaran Islam
Sumber adalah tempat pengambilan, rujukan atau acuan dalam penyelenggaraan
ajaran Islam, karena itulah sumber memiliki peranan yang sangat penting bagi
pelaksanaan ajaran Islam. Dari sumber inilah umat Islam dapat memiliki
pedoman-pedoman tertentu untuk melaksanakan proses ajaran Islam, tanpa adanya
suatu sumber maka umat Islam akan terombang-ambing dalam menghadapi ideologi
dan bisa jadi akan berahir pada kesesatan atau kenistaan.
sumber hukum
Islam ialah segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan, atau pedoman syariat
Islam. Pada umumnya para ulama fikih sependapat bahwa sumber utama hukum
Islam adalah Alquran dan hadist. Dalam sabdanya Rasulullah SAW bersabda :
“Aku tinggalkan bagi kalian dua hal yang karenanya kalian tidak akan
tersesat selamanya, selama kalian berpegang pada keduanya, yaitu Kitab Allah
(Alquran) dan sunahku (Hadist).” (H.R. Al Baihaqi) dan disamping
itu pula para ulama fikih menjadikan ijtihad sebagai salah satu dasar hukum
Islam, setelah Alquran dan hadist.
Seluruh hukum produk manusia adalah bersifat
subjektif, hal ini karena keterbatasan manusia dalam ilmu pengetahuan
yang diberikan Allah SWT mengenai kehidupan dunia dan kecenderungan untuk
menyimpang, serta menguntungkan penguasa pada saat pembuatan hukum tersebut,
sedangkan hukum Allah SWT adalah peraturan yang lengkap dan sempurna serta
sejalan dengan fitrah manusia.
Sumber
ajaran Islam dirumuskan dengan jelas oleh Rasulullah SAW, yakni terdiri dari
tiga sumber, yaitu kitabullah (Alquran), as- sunnah (hadist), dan ra’yu atau
akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad. Ketiga sumber
ajaran ini merupakan satu rangkaian kesatuan dengan urutan yang tidak boleh
dibalik. Sumber-sumber ajaran Islam ini dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu
sumber ajaran Islam yang primer (Alquran dan hadist) dan sumber ajaran Islam
sekunder (ijtihad).
2.1.1 Sumber ajaran Islam primer
1. Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah nama bagi kitab suci umat Islam yang berfungsi sebagai
petunjuk hidup (hidayah) bagi seluruh umat manusia. Al-Qur’an diwahyukan olah
Allah kepada Nabi Muhamad SAW. setelah beliau genap berumur 40 tahun. Al-Qur’an
diturunkan kepada beliau secara berangsur-angsur selama 23 tahun.
Secara etimologi, Al-Qur’an berasal dari kata qara’a, yaqra’u,
qiraa’atan atau qur’aanan yang berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan
menghimpun (al-dlammu). Huruf-huruf serta kata-kata dari satu bagian kebagian
lain secara teratur dikatakan al-Qur’an karena ia berisikan intisari dari semua
kitabullah dan intisari dari ilmu pengetahuan.
Sedangkan secara terminologi, Alquran adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW. sebagai Rasul terakhir melalui perantara malaikat
Jibril, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas.
Sedangkan menurut para ulama, Alquran adalah Kalamullah yang diturunkan pada
Rasulullah dengan bahasa arab, merupakan mukjizat dan diriwayatkan secara
mutawatir serta membacanya adalah ibadah.
a. Adapun kandungan dalam al-Qur’an antara lain:
1.
Tauhid, yaitu
kepercayaan terhadap ke-Esaan Allah dan semua kepercayaan yang berhubungan
dengan-Nya.
2.
Ibadah, yaitu
semua bentuk perbuatan sebagai manifestasi dari kepercayaan ajaran tauhid.
3.
Janji dan
ancaman (al wa’d wal wa’iid), yaitu janji pahala bagi orang yang percaya
dan mau mengamalkan isi al-Qur’an dan ancaman siksa bagi orang yang
mengingkarinya.
4.
Kisah umat
terdahulu, seperti para Nabi dan Rasul dalam menyiarkan risalah Allah maupun
kisah orang-orang shaleh ataupun orang yang mengingkari kebenaran al-Qur’an
agar dapat dijadikan pembelajaran bagi umat setelahnya.
5.
Berita tentang
zaman yang akan datang. Yakni zaman kehidupan akhir manusia yang disebut kehidupan
akhirat.
6.
Benih dan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan, yakni informasi-informasi tentang
manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, langit, bumi, matahari dan lain sebagainya.
b. Al-Quran mengandung tiga komponen dasar hukum, yaitu:
1.
Hukum
I’tiqadiah, yakni hukum yang mengatur hubungan rohaniah manusia dengan Allah
SWT dan hal-hal yang berkaitan dengan akidah/keimanan. Hukum ini tercermin
dalam Rukun Iman. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Tauhid, Ilmu
Ushuluddin, atau Ilmu Kalam.
2.
Hukum Amaliah,
yakni hukum yang mengatur secara lahiriah hubungan manusia dengan Allah SWT,
antara manusia dengan sesama manusia, serta manusia dengan lingkungan sekitar.
Hukum amaliah ini tercermin dalam Rukun Islam dan disebut hukum syara/syariat.
Adapun ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Fikih.
3.
Hukum
Khuluqiah, yakni hukum yang berkaitan dengan perilaku normal manusia dalam
kehidupan, baik sebagai makhluk individual atau makhluk sosial. Hukum ini
tercermin dalam konsep Ihsan. Adapun ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu
Akhlaq atau Tasawuf.
c.
Sedangkan khusus hukum syara, dapat dibagi menjadi dua kelompok, yakni:
1.
Hukum ibadah,
yaitu mencakup
hubungan vertikal atau dalam bahas arab biasa disebut dengan hablum minallah,
hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT, misalnya salat,
puasa, zakat, haji, dan kurban.
2.
Hukum muamalat,
yaitu hukum yang mengatur manusia dengan sesama manusia dan alam sekitarnya. Pada
dasarnya hukum tersebut bisa dikatakan sebagai Hablum Minannas.
2. As-Sunnah
atau Al-Hadits
Ditinjau dari segi bahasa terdapat
perbedaan arti antara kata “Sunnah” dengan “Hadits”. Sunnah berarti tata
cara, tradisi, atau perjalanan, sedangkan Hadis berarti, ucapan atau
pernyataan atau sesuatu yang baru. As-Sunnah juga berarti pula jalan hidup yang
dibiasakan, baik jalan hidup yang baik atau buruk, terpuji atau tercela.
a. Hadits sebagai sumber hukum Islam yang kedua berfungsi :
1.
Memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh
Al-Qur’an, sehingga kedua-duanya (Al-Qur’an dan Al-Hadits) menjadi sumber
hukum. Seperti ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan keimanan kemudian dikuatkan
oleh sunnah Rasul.
2.
Memberikan rincian dan penjelasan terhadap ayat-ayat Al
Qur’an yang masih bersifat global. Misalnya ayat Al Qur’an yang memerintahkan
shalat, membayar zakat, dan menunaikan haji, semuanya itu bersifat garis besar,
Tetapi semua itu telah dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam Haditsnya.
3.
Mengkhususkan atau menberi pengecualian terhadap
pernyataan Al-Qur’an yang bersifat umum (takhsish al-‘amm). Misalnya, Al-Qur’an
mengharamkan bangkai dan darah “diharamkan bagimu (memekan) bangkai, darah
dan daging babi...”, kemudian sunnah memberikan pengecualian “dihalalkan
kepada kita dua bangkai dan dua macam darah. Adapun dua bangkai adalah ikan dan
belalang, dan dua darah adalah hati dan limpa.” (HR.Ahmad, Ibnu Majah, dan Baihaqi).
4.
Menetapkan hukum atau aturan yang tidak didapati dalam
Al-Qur’an. Misalnya cara mensucikan bejana yang dijilat anjing, dengan membasuh
tujuh kali, salah satu dicampur dengan tanah, sebagaimana sabda Rasulullah SAW
:
“Menyucikan bejanamu yang dijilat anjing, sebanyak
tujuh kali, salah satunya menyucikan dicampur dengan tanah.” (H.R. Muslim
Ahmad, Abu Daud dan Baihaqi).
b. As-Sunnah
dibagi menjadi empat macam, yakni:
1. Sunnah
Qauliyah
Yang dimaksud dengan Sunnah Qauliyah adalah segala yang disandarkan kepada Nabi
SAW., yang berupa perkataan atau ucapan yang memuat berbagai maksud syara’,
peristiwa, dan keadaan, baik yang berkaitan dengan aqidah, syari’ah, ahlak
maupun yang lainnya. Contonya tentang do’a Rosul SAW dan bacaan al-Fatihah
dalam shalat.
2. Sunnah
Fi’liyah
Yang dimaksudkan dengan Sunnah Fi’liyah adalah segala yang disandarkan kepada
Nabi SAW., berupa perbuatannya sampai kepada kita. Seperti Hadis tentang Shalat
dan Haji.
3. Sunnah
Taqririyah
Yang dimaksud Sunnah Taqririyah adalah segala hadts yang berupa ketetapan Nabi
SAW. Membiarkan suatu perbuatan yang dilakukan oleh para sahabat, setelah
memenuhi beberapa syarat, baik mengenai pelakunya maupun perbuatannya. Diantara
contoh hadis Taqriri, ialah sikap Rasul SAW. Membiarkan para sahabat membakar
dan memakan daging biawak.
4. Sunnah
Hammiyah
Yang
dimaksud dengan Sunnah Hammiyah adalah hadis yang berupa hasrat Nabi SAW. Yang
belum terealisasikan, seperti halnya hasrat berpuasa tanggal 9 ‘Asyura. Dalam
riwayat Ibn Abbas, disebutkan sebagai berikut:
“Ketika Nabi SAW berpuasa pada hari ‘Asyura dan
memerintahkan para sahabat untuk berpuasa, mereka berkata: Ya Nabi! Hari ini
adalah hari yang diagung-agungkan orang Yahudi dan Nasrani .Nabi SAW. Bersabda:
Tahun yang akan datang insya’Allah aku akan berpuasa pada hari yang
kesembilan”. (HR.Muslim)
Nabi SAW belum sempat merealisasikan hasratnya ini,
karena wafat sebelum sampai bulan ‘Asyura. Menurut Imam Syafi’iy dan para
pengikutnya, bahwa menjalankan Hadits Hammi ini disunnahkan, sebagaimana
menjalankan sunnah-sunnah yang lainnya.
2.1.2 Sumber-Sumber Ajaran Islam Sekunder
A. Ijtihad
Ijtihad secara bahasa berasal dari kata “jahada”
yang berarti “mengerahkan segala kemampuan”. Sedangkan Ijtihad secara
terminologi berarti mengerahkan segala kemampuan secara maksimal untuk mengeluarkan
hukum syar’i dari dalil-dalil syara, yaitu Alquran dan hadist. Orang yang
menetapkan hukum dengan jalan ini disebut mujtahid. Hasil dari ijtihad merupakan sumber hukum ketiga
setelah Alquran dan hadist. Ijtihad dapat dilakukan apabila ada suatu masalah
yang hukumnya tidak terdapat di dalam Alquran maupun hadist, maka dapat
dilakukan ijtihad dengan menggunakan akal pikiran dengan tetap mengacu pada
Alquran dan hadist. :
a. Diantara
sumber hukum yang menetapkan bahwa ijtihad merupakan dasar sumber hukum
(tasyri’) adalah Al Qur’an, as sunnah, dan secara akal (aqliyah).
1. Al Qur’an
Allah swt. berfirman dalam surah an Nisa’ Ayat
59
Artinya:
“Wahai
orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan
Ulil Amri (pemegang kekuasaan) diantara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda
pedapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul
(sunnahnya) .jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian
itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S. an Nisa’:59)
2. As Sunah
Dialog antara Rasullullah SAW. dan Muaz bin Jabal pada
waktu ia diutus ke Yaman dapat dijadikan sumber ijtihad.
Artinya:
Bagaimana engkau dapat memutuskan, jika kepadamu
diserahkan urusan peradilan? Ia (Muaz) menjawab, “Saya akan memutuskannya
dengan kitabullah”. Bertanya lagi Nabi saw.“Jika tidak engkau jumpai dalam
kitabullah?”.Ia menjawab, “Dengan sunah Rasulullah saw.” Lalu, Nabi bertanya,
“Apabila engkau tidak dapati dalam sunnah Rasulullah?” Muaz menjawab, “Saya
lakukan ijtihad bir-ra’yi. “Berkatalah Muaz, maka Nabi menepuk dadaku dan
bersabda, “Segala puji bagi Allah yang telah memberi taufik kepada utusan
Rasulullah, sebagaimana Rasulullah telah meridhainya.” (H.R. at-Tirmidzi:
1249).
3. Aqliyah
(secara nalar/akal)
Allah swt.
menjadikan syariat islam sebagai syariat terakhir yang dapat berlaku bagi semua
orang, tempat, dan pada segala zaman. Al-Qur’an dan as-Sunnah merupakan kitab
yang bersifat universal dan global sehingga masih banyak hal yang tidak
dispesifikasikan dalam Al-Qur,an. Hal itu, berarti manusia menghendaki adanya
ijtihad untuk dapat mengurai dan menyelesaikan persoalannya yang tidak didapatkan
didalam Al-Qur’an ataupun as-Sunnah. Oleh sebab itu, ijtihad secara nalar
(rasional) untuk saat ini sangat diperlukan.
B. Macam-macam
Ijtihad yang dikenal dalam syariat islam, yaitu
a)
Ijma’
Yaitu
menurut bahasa artinya sepakat, setuju, atau sependapat. Sedangkan menurut
istilah adalah kebulatan pendapat ahli ijtihad umat Nabi Muhammad SAW. sesudah
beliau wafat pada suatu masa, tentang hukum suatu perkara dengan cara
musyawarah. Hasil dari Ijma’ adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama
dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.
b)
Qiyas
Yaitu
berarti mengukur sesuatu dengan yang lain dan menyamakannya. Dengan kata lain
Qiyas dapat diartikan pula sebagai suatu upaya untuk membandingkan suatu
perkara dengan perkara lain yang mempunyai pokok masalah atau sebab akibat yang
sama. Contohnya adalah pada surat Al-isra ayat 23 dikatakan bahwa perkataan
‘ah’, ‘cis’, atau ‘hus’ kepada orang tua tidak diperbolehkan karena dianggap
meremehkan atau menghina, apalagi sampai memukul karena sama-sama menyakiti
hati orang tua.
c)
Istihsan
Yaitu suatu
proses perpindahan dari suatu Qiyas kepada Qiyas lainnya yang lebih kuat atau
mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima untuk mencegah kemudharatan,
atau dapat diartikan pula menetapkan hukum suatu perkara yang menurut logika
dapat dibenarkan. Contohnya, menurut aturan syarak, kita dilarang mengadakan
jual beli yang barangnya belum ada saat terjadi akad. Akan tetapi menurut
Istihsan, syarak memberikan rukhsah (kemudahan atau keringanan) bahwa jual beli
diperbolehkan dengan system pembayaran di awal, sedangkan barangnya dikirim
kemudian.
d)
Mushalat Murshalah
Yaitu
menurut bahasa berarti kesejahteraan umum. Adapun menurut istilah adalah
perkara-perkara yang perlu dilakukan demi kemaslahatan manusia. Contohnya,
dalam Al Quran maupun Hadist tidak terdapat dalil yang memerintahkan untuk
membukukan ayat-ayat Al Quran. Akan tetapi, hal ini dilakukan oleh umat Islam
demi kemaslahatan umat.
e)
Sududz Dzariah
Yaitu
menurut bahasa berarti menutup jalan, sedangkan menurut istilah adalah tindakan
memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentingan umat.
Contohnya adalah adanya larangan meminum minuman keras walaupun hanya seteguk,
padahal minum seteguk tidak memabukan. Larangan seperti ini untuk menjaga agar
jangan sampai orang tersebut minum banyak hingga mabuk bahkan menjadi
kebiasaan.
f)
Istishab
Yaitu
melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan telah ditetapkan di masa lalu
hingga ada dalil yang mengubah kedudukan hukum tersebut. Contohnya, seseorang
yang ragu-ragu apakah ia sudah berwudhu atau belum. Di saat seperti ini, ia
harus berpegang atau yakin kepada keadaan sebelum berwudhu sehingga ia harus
berwudhu kembali karena shalat tidak sah bila tidak berwudhu.
g)
Urf
Yaitu berupa perbuatan yang
dilakukan terus-menerus (adat), baik berupa perkataan maupun perbuatan.
Contohnya adalah dalam hal jual beli. Si pembeli menyerahkan uang sebagai
pembayaran atas barang yang telah diambilnya tanpa mengadakan ijab kabul karena
harga telah dimaklumi bersama antara penjual dan pembeli.
C. Fungsi Ijtihad, antara lain sebagai berikut:
1) Memberikan kebebasan berpikir kepada manusia untuk
memecahkan beragam persoalan yang dihadapi dengan akal pikiran yang sesuai
dengan ketentuan hukum Islam;
2) Memberikan kebebasan berpikir kepada umat Islam untuk
kembali mengkaji hukum-hukum Islam yang telah lalu sehingga hukum tersebut
tetap dapat digunakan untuk masa kini;
3) Agar tidak terjadi kemandekan cara berpikir umat islam
dan menghindari segala bentuk taklid (mengikuti dengan cara apa adanya);
4) Untuk memberi kejelasan hukum terhadap
persoalan-persoalan yang tidak ada ketentuan hukum sebelumnya.
2.2Pengertian Al-Qur’an
Secara etimologi Al-Qur’an berasal dari
kata “qara’a, yaqra’u, qira’atan, qur’anan” yang berarti mengumpulkan dan
menghimpun huruf-huruf serta kata-kata dari satu bagian ke bagian lain secara
teratur. Ada juga sumber lain mengatakan bahwa Al-Qur’an secara harfiah berarti
“bacaan sempurna” merupakan suatu nama pilihan Allah yang sungguh tepat, karena
tiada satu bacaanpun sejak manusia mengenal baca tulis yang dapat menandingi
Al-Qur’an al-Karim, secara terminologi Al-Qur’an adalah kitab suci yang
diwahyukan Tuhan kepada Nabi Muhammad SAW. Yang disampaikan lewat malaikat
jibril, yang dikomunikasikan dengn bahasa arab, harus dipercayai tanpa syarat
dan menjadi pedoman bagi para pengikutnya yaitu umat Islam diseluruh dunia.
Pengertian Al-Qur’an dari segi
terminologinya dapat dipahami dari pandangan beberapa ulama, bahwa:
a. Muhammad Salim Muhsin dalam bukunya “Tarikh Al-Qur’an al-Karim” menyatakan
bahwa Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW.
b. Abdul Wahab Khalaf mendefinisikan Al-Qur’an sebagai firman Allah SWT yang
diturunkan melalui Roh al-Amin (Jibril) kepada nabi Muhammad SAW. Dengan bahasa
arab, isinya dijamin kebenarannya, dan sebagai hujah kerasulannya,
undang-undang bagi seluruh manusia dan petunjuk dalam beribadah serta dipandang
ibadah dalam membacanya, yang terhimpun dalam mushaf yang dimulai dari surat
al-Fatihah dan diakhiri surat an-Nas, yang diriwayatkan kepada kita dengan
jalan mutawatir.
c. Muhammad abduh mendefinisikan Al-Qur’an sbagai kalam mulia yang diturunkan
oleh Allah SWT kepada nabi yang paling smpurna (Muhammad SAW) ajarannya
mencakup keseluruhan ilmu pengetahuan, ia merupakan sumber yang mulia
yang esensinya tidak dimengerti kecuali bagi orang yang berjiwa suci daan
berakal cerdas.
2.3 Pengertian Asbabun nuzul Al-Qur’an
a.Pengertian asbabun
nuzul
Ungkapan asbabun nuzul merupakan bentuk idhafah dari
kata asbab dan nuzul. Secara etimologi, asbabun nuzul adalah sebab-sebab yang
melatar belakangi terjadinya sesuatu. Namun kata asbabun nuzul hanya
dipergunakan khusus untuk Al-Qur’an. Para ulama berpendapat bahwa ketika
memaknai kata nuzul, inzal, dan tanzil yang terdapat pada ayat Al-Qur’an, ada
yang memaknai idhar yaitu melahirkan Al-Qur’an. Ada juga yang memaknai bahwa
Allah SWT mengajarkannya kepada malaikat jibril baik megenai bacaannya maupun
pemahamannya lalu jibril menyampaikannya kepada nabi Muhammad SAW yang ada di
bumi.
Menurut
az-zarqani asbabun nuzul adalah khusus atau sesuatu yang terjadi serta ada
hubungannya dengan turunnya Al-Qur’an sebagai penjelas hukum pada saat
peristiwa itu terjadi.
b.Urgensi Asbabun Nuzul
Az-Zarqani
mengemukakan urgensi asbabun nuzul dalam memahami Al-Qur’an sebagai berikut:
1. Membantu dalam memahami sekaligus
mengatasi ketidakpastian dalam menangkap pesan-pesan ayat Al-Qur’an.
2. Mengatasi keraguan ayat yang diduga mengandung pengertian umum.
3. Mengkhususkan hukum yang terkandung dalam ayat Al-Qur’an, bagi ulama yang
berpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah sebab yang bersifat khusus dan
bukan lafazh yang bersifat umum.
4. Mengidentifikasikan pelaku yang
menyebabkan ayat Al-Qur’an turun.
5. Memudahkan untuk menghafalkan dan memahami ayat serta untuk memantapkan
wahyu ke dalam hati orang yang mendengarnya
2.4 Tahapan turunnya Al-Qur’an
Turunnya Al-Qur’an merupakan peristiwa besar yang sekaligus menyatakan
kedudukannya bagi penghuni langit dan bumi. Turunnya Al-Qur’an yang pertama
kali pada malam lailatul qadar merupakan pemberitahuan kepada alam tingkat
tinggi yang terdiri dari malaikat-malaikat akan kemuliaan nabi Muhammad SAW dan
umatnya dengan risalah baru agar menjadi umat paling baik yang dikeluarkan bagi
manusia. Allah menurunkan kepada manusia melalui 3 tahap yaitu:
1. Al-Qur’an diturunkan Allah dari Lauhul Mahfudz
Al-arqani
tidak menyinggung lebih jauh tentang kapan penurunan Al-Qur’an di Lauhul
Mahfudz ini. Beliau hanya menyatakan tidak ada yang tahu persis kapan Al-Qur’an
diturunkan di Lauhul Mahfudz kecuali Allah sendiri.
2.
Dari Lauhul Mahfudz ke Baitul ‘Izza
Yaitu langit
yang pertama yang tampak ketika dilihat di dunia ini namun tidak diketahui
letak persisnya. Adapun jumlahnya adalah semuanya pada waktu Lailatul Qadr.
Namun tanggalnya tidak diketahui, dan pada bulan Ramadhan.
Al-Qurtubi telah menukil dari Muqtil bin Hayyan riwayat tentang kesepakatan
bahwa turunnya Al-Qur’an sekaligus dari Lauhul Mahfudz ke Baitul ‘Izza di
langit di dunia. Sebetulnya tidak hanya Al-Qur’an saja yang diturunkan pada
bulan Ramadhan, tetapi ada juga :
a.
Taurat : 6 Ramadhan
b.
Suhuf Ibrahim : 1 Ramadhan
c.
Injil : 13 Ramadhan
d.
Zabur : 12 Ramadhan
3.
Dari Baitul
‘Izza ke Rasulullah
Tahapan ketiga atau yang terakhir adalah Al-Qur’an diturunkan dari Baitul
‘Izza kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara malaikat jibril. Penurunannya
tidak secara langsung sekaligus, namun diangsur-angsur selama dua puluh tiga
tahun berdasarkan kebutuhan, peristiwa atau bahkan melalui permintaan malaikat
jibril. Adapun kitab-kitab lain seperti tauraut, zabur dan injil diturunkan
oleh Allah SWT dengan cara sekaligus tidak secara berangsur-angsur.
2.5 Keautentikan dan Keaslian Al-Qur’an
Al Qur'an
adalah murni firman Allah swt, kemurnian kitab al Qur'an dijamin sendiri oleh
Allah swt, sampai akhir zaman. Hal ini dapat dibuktikan sampai sekarang al
Qur'an adalah kitab yang mudah dipelajari dan dihafalkan oleh beribu-ribu umat
islam di seluruh penjuru dunia.
Al Qur'an
tidak ada keraguan di dalamnya.Kemukjizatan al Qur'an terletak pada fasahah dan
balaghahnya, yaitu keindahan susunan dan gaya bahasanya. keindahan susunan dan
gaya bahasa al Qur'an tidak ada tandingannya. Allah swt berfirman dalam al
Qur'an surat al Baqarah ayat 23-24 sebagai berikut :
وَاِنْ
كـُـنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّــا نَزَّلْنَا عَلىَ عَبْدِنَا فَاءْتُوْا بِسُوْرَةٍ
مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوْا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُوْنِ اللهِ اِنْ كُنْتُمْ
صَدِقِيْنَ. فَاِنْ لَمْ تَفْعَلُوْا وَلَنْ تَفْعَلُوْا فَاتَّقُوْا الناَّرَ
الَّتِى وَقُوْدُهـَـا النَّاسُ وَاْلحِجَارَةِ اُعِدَّتْ لِلْكـَــفِرِيْنَ
Artinya
:"Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al Qur'an yang kami
wahyukan kepada hamba kami (Muhammad), buatlah satu surat saja yang semisal
dengan al Qur'an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu
orang-orang yang benar. Maka jika kamu tidak dapat membuatnya dan pasti kamu
tidak akan dapat membuatnya, peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya
manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir (QS. al Baqarah : 23-24)
.
Perilaku
Mengimani Kebenaran Al Qur'an dapat dilakukan dengan beberapa hal sebagai
berikut :
1)
Meyakini dengan sepenuh hati bahwa al
Qur'an adalah murni firman Allah SWT
2)
Membaca dan mempelajari ajaran dalam al
Qur'an dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
3)
Menghafalkan ayat-ayat al Qur'an supaya
mendapatkan syafaat kelak di hari kiamat.
4)
Mengamalkan secara keseluruhan ajaran
dalam al Qur'an secara maksimal menurut kemampuan.
5)
Menyampaikan ayat-ayat al Qur'an kepada
orang lain walau hanya satu ayat, agar bermanfaat dan menjadi petunjuk bagi umat
manusia.
2.6 Prinsip-Prinsip Penetapan Hukum dalam Al-Qur’an
2.6.1 Prinsip-prinsip Hukum Islam
Secara etimologi (tata bahasa) prinsip adalah dasar, permulaan, aturan pokok.
Juhaya S. Praja memberikan pengertian prinsip sebagai berikut: permulaan;
tempat pemberangkatan; titik tolak;
atau al-mabda.
Adapun
secara terminologi Prinsip adalah kebeneran universal yang inheren didalam
hukum Islam dan menjadi titik tolak pembinaannya; prinsip yang membentuk hukum
dan setiap cabang-cabangnya. Prinsip hukum Islam meliputi prinsip umum dan
prinsip khusus. Prinsip umum ialah prinsip keseluruhan hukum Islam yang
bersifat universal. Adapun prinsip-prinsip khusus
ialah prinsip-prinsip setiap cabang hukum Islam.
Prinsip-prinsip
hukum Islam menurut Juhaya S. Praja sebagai berikut :
1. Prinsip
Tauhid
Tauhid adalah prinsip umum hukum Islam. Prinsip ini menyatakan bahwa semua
manusia ada dibawah satu ketetapan yang sama, yaitu ketetapan tauhid yang
dinyatakan dalam kalimat La’ilaha Illa Allah (Tidak ada tuhan selain Allah).
Prinsip ini ditarik dari firman Allah QS. Ali Imran Ayat 64.
Berdasarkan atas prinsip tauhid ini, maka pelaksanaan hukum Islam merupakan
ibadah. Dalam arti perhambaan manusia dan penyerahan dirinya kepada Allah
sebagai manipestasi kesyukuran kepada-Nya. Dengan demikian tidak boleh terjadi
setiap mentuhankan sesama manusia dan atau sesama makhluk lainnya. Pelaksanaan
hukum Islam adalah ibadah dan penyerahan diri manusia kepada keseluruhan
kehendak-Nya.
Prinsip
ketauhidan menghargai akal pada posisi yang serasi dengan wahyu dalam upaya
meyakini keberadaan Allah. Hukum islam
seluruhnya diperuntukkan bagi orang berakal dan mau berfifkir. Dalam suatu
keterangan dikatakan bahwa agama itu untuk yang berakal, dan tidak berlaku
agama bagi yang tidak berakal. Karena fungsi akan membedakan dan memilih
perbuatan yang baik dengan yang buruk, prinsip ketauhidan melahirkan prinsip ahklaq
al-karimah, yakni prinsip moralitas yang terpuji ynag dapat menyucikan jiwa dan
meluruskan kepribadian
Prinsip
tauhid inipun menghendaki dan memposisikan untuk menetapkan hukum sesuai dengan
apa yang diturunkan Allah (Al-Qur’an dan As-Sunah). Barang siapa yang tidak
menghukumi dengan hukum Allah, maka orang tersebut dapat dikateegorikan kedalam
kelompok orang-orang yang kafir, dzalim dan fasiq (Q.S. ke 5 Al-Maidah : 44, 45
dan 47).
Dari prinsip
umum tauhid ini, maka lahirlah prinsip khusus yang merupakan kelanjutan dari
prinsip tauhid ini, umpamanya yang berlaku dalam fiqih ibadah sebagai berikut :
1)
Prinsip Pertama : Berhubungan langsung dengan Allah
tanpa perantara, artinya bahwa tak seorang pun manusia dapat menjadikan dirinya
sebagai zat yang wajib di sembah.
2)
Prinsip Kedua : Beban hukum (takli’f) ditujukan untuk
memelihara akidah dan iman, penyucian jiwa (tajkiyat al-nafs) dan pembentukan
pribadi yang luhur, Artinya hamba Allah dibebani ibadah sebagai
bentuk/aktualisasi dari rasa syukur atas nikmat Allah.
2. Prinsip Keadilan
Keadilan
dalam bahasa Salaf adalah sinonim al-mi’za’n (keseimbangan/ moderasi). Kata keadilan dalam al-Qur’an kadang diekuifalensikan dengan al-qist.
Al-mizan yang berarti keadilan di dalam Al-Qur’an terdapat dalam QS. Al-Syura:
17 dan Al-Hadid: 25.
Prinsip
keadilan atau al-mizan (keseimbangan) antara hak dan kewajiban. Sebagai
titik tolak kesadaran setiap manusia terhadap hak-hak oarng lain dan kewajiban
dirinya. Jika ia berkewajiban melakukan sesuatu, maka ia berhak menerima
sesuatu tersebut. Keduanya harus berjalan seimbang
dan dirasakan adil untuk dirinya dan orang lain.
Terlebih
lagi, manusia diberi alat untuk mempertahankan keseimbangannya dengan akal dan
hati. Nilai-nilai kemanusiaan membangun prinsip persamaan dimata Allah dan
sesama manusia. Tidak adil jika Allah menciptakan manusia dengan penuh kasih sayang,
kemudian manusia kufur dan tidak berterima kasih kepadanya. Evaluasi tentang
derajat manusia bergantung kepada hak prerogatif Allah, yakni ketaqwaannya
sebagaimana difirmankan dalam surat Al-hujarat ayat 13:
يَا أَيُّهَا
النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا
وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ
اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ (١٣)
Artinya: Hai
manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
lagi Maha Mengenal. (Q.S. Al-Hujarat: 13)
Penggunaan
term “adil/keadilan” dalam Al-Quran diantaranya sebagai berikut :
1.QS. Al-Maidah: 8, Manusia yang memiliki
kecenderungan mengikuti hawa nafsu, adanya kecintan dan kebencian memungkinkan
manusia tidak bertindak adil dan mendahulukan kebatilan daripada kebenaran
(dalam bersaksi);
2.QS.
Al-An’am: 152, Perintah kepada manusia agar berlaku adil dalam segala hal
terutama kepada mereka yang mempunyai kekuasaan atau yang berhubungan dengan
kekuasaan dan dalam bermuamalah/berdagang;
3.QS. An-Nisa: 128, Kemestian berlaku adil kepada sesama isteri;
4.QS. Al-Hujrat: 9, Keadilan sesama muslim;
3. Prinsip Amar Makruf Nahi Mungkar
Tujuan prinsip amr ma’ruf nahy al-munkar yakni Untuk
menyebarkanluaskan persamaan hak dan kewajiban, karena dalam hukum islam
ditanamkan. Dengan demikian, semua umat islam berkewajiban memberikan
contoh yang patut diteladani dan mengajak kepada kebenaran.
Allah menyatakan hal itu dalam surat Asy-syura ayat 38:
وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ
وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ
يُنْفِقُونَ (٣٨)
Artinya : Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan
Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami
berikan kepada mereka. (Q.S. Asy-Syuraa: 38)
Akan tetapi, kewajiban amr ma’ruf nahyi munkar harus merujuk pada
prinsip toleransi dan tidak ada paksaan sehingga kebenaran harus diterima
dengan kesadaran yang tinggi dari pemeluk ajaran islam. Dengan keikhlasan
menerima ajaran Allah, kepribadian umat islam akan tampak dalam jihad dan
kekhusyuannya dalam beribadah.
4. Prinsip
Kebebasan/ Kemerdekaan
Prinsip
kebebasan dalam hukum Islam menghendaki agar agama/hukum Islam disiarkan tidak
berdasarkan paksaan, tetapi berdasarkan penjelasan, demontrasi, argumentasi.
Kebebasan yang menjadi prinsip hukum Islam adalah kebebasan dl arti luasyg
mencakup berbagai macamnya, baik kebebasan individu maupun kebebasan komunal.
Keberagama dalam Islam dijamin berdasarkan prinsip tidak ada paksaan dalam
beragama (QS. Al-Baqarah : 256 dan Al-Kafirun: 5)
5. Prinsip kemaslahatan
Prinsip kemaslahatan
umum (al-masahih al-‘ammah), yakni yang bertitik tolak dari kaidah penyusunan
argumentasi dalam berprilaku bahwa meninggalkan kerusakan lebih diutamakan
daripada mengambil manfaatnya (dar’u al-mafasid muqadamun min jalb al-
mashalahih), operasionalisasi kaaidah ini berhubungan dengan kaidah yang
menyatakan bahwa kemaslahatan khusus (al-maslahah al-‘ammah muqadamatun
al-maslahah al-khashah). Kaidah umum yangdijadikan titik tolak ukur
kemaslahatan dalam situasi dan kondisi tertentu dapat berubah, sebagaimana
dalam situasi emergensi atau darurat. Kaidah kemadaratan berpijk kepada kaidah
imam, yakni kemadaratan membolehkan berbuat sesuatu yang hukum asalnya dilarang
(adh-dhuraru yujalu) dan adh-dhararah tubih al-mahdarurah.
6. Prinsip
At-Ta’awun
Prinsip ini
memiliki makna saling membantu antar sesama manusia yang diarahkan sesuai
prinsip tauhid, terutama dalam peningkatan kebaikan dan ketakwaan. Prinsip ta’awun,
tolong menolong, sebagai titik tolak ukur kehidupan manusia sebagai mahlik
sosial yang saling membutuhkan
7. Prinsip Toleransi
(tasamuh)
Prinsip
toleransi yang dikehendaki Islam adalah toleransi yang menjamin tidak
terlanggarnya hak-hak Islam dan ummatnya tegasnya toleransi hanya dapat
diterima apabila tidak merugikan agama Islam.
Prinsip tasamuh,
prinsip toleransi, sebagai titik tolak ukur pengamalan hukum islam, karena cara
berfikir manusia yang berbeda-beda, satu sama lain harus saling menghargai dan
mengakui bahwa kebenaran hasil pemikiran manusia bersifat relatif
Wahbah
Az-Zuhaili, memaknai prinsip toleransi tersebut pada tataran penerapan
ketentuan Al-Qur’an dan Hadits yang menghindari kesempitan dan kesulitan,
sehingga seseorang tidak mempunyai alasan dan jalan untuk meninggalkan syari‟at ketentuan
hukum Islam. Dan lingkup toleransi tersebut tidak hanya pada persoalan ibadah
saja. Tetapi mencakup seluruh ketentuan hukum Islam, baik muamalah sipil, hukum
pidana, ketetapan peradilan dan lain sebagainya.
2.6.2 Tujuan Hukum Islam
Asy Syatibi mengatakan bahwa tujuan Syariat Islam adalah mencapai kemaslahatan
hamba baik di dunia maupun di akhirat. Antara kemaslahatan tersebut adalah
seperti berikut:
1. Memelihara Agama
2. Memelihara Jiwa
3. Memelihara Akal
4. Memelihara Keturunan
5.
Memelihara Harta.
Lima unsur di atas dibedakan menjadi tiga peringkat yaitu :
a. Dharuriyyat adalah
memelihara segala kebutuhan-kebutuhan yang bersifat esensial bagi kehidupan
manusia.
b. Hijiyyat adalah
tidak termasuk dlam kebutuhan-kebutuhan yang esensial,melainkan kebutuhan yang
dapat menghindarkan manusia dari kesulitan hidup mereka.
c. Tahsiniyyat adalah kebutuhan yang
menunjang peningkatan martabat seseorang dalam masyarakat dan dihadapan Tuhannya,sesuai dengan
kepatutan.
Peringkat
Dharuriyyat menepati urutan yang pertama,disusuli dengan peringkat yang ke dua
yaitu Hijiyyat dan dilengkapi dengan yang terakhir sekali ialah Tahsiniyyat.
Kesimpulannya
disini ketiga-tiga peringkat yang disebut Dharuriyyat,hijiyyat serta
Tahsiniyyat,mampu mewujudkan serta memelihara kelima-lima pokok tersebut.
1)
Memelihara
Agama (Hifz Ad-Din)
Menjaga atau memelihara agama,berdasarkan kepentingannya, dapat kita
bedakan dengan tiga peringkat ini:
a) Dharuriyyah: Memelihara dan melaksanakan kewajipan agama yang
masuk peringkat primer. Contoh: Solat lima waktu.Jika solat itu diabaikan,maka
akan terancamlah eksestensi agama.
b) Hijiyyat: Melaksanakan ketentuan Agama. Contoh: Solat Jamak
dan Solat Kasarbagi orang yang sedangbepergian. jika tidak dilaksanakan solat
tersebut, maka tidak akan mengancam eksestensi agamanya,melainkan hanya
mempersulitkan bagi orang yang melakukannya.
c) Tahsiniyyat: Mengikuti petunjuk agama. Contoh: Menutup
aurat.baik di dalam maupon diluar solat, membersihkan badan,pakaian dan tempat.
Kegiatan ini tidak sama sekali mengancan eksestensi agama dan tidak pua
mempersulitkan bagi orang yang melakukannya.
2) Memelihara Jiwa (Hifz
An-Nafs)
Memelihara jiwa berdasarkan tingkat kepentinganya,kita dapat bedakan dengan
tiga peringkat yaitu:
a) Dharuriyyat: Memenuhi kebutuhan pokok berupa makanan untuk
mempertahankan hidup. Jika diabaikan maka akan berakibat terancamnya eksestansi
jiwa manusia
b) Hijiyyat: sepertinya diperbolehkan berburu binatang untuk menukmati makanan
yang halal dan lazat. Jika diabaikan maka tidak akan mengancam eksestensi manusia,melainkan hanya untuk mempersulitkan hidupnya.
yang halal dan lazat. Jika diabaikan maka tidak akan mengancam eksestensi manusia,melainkan hanya untuk mempersulitkan hidupnya.
c) Tahsiniyyat
: Sepertinya ditetapkannya tatacara makan dan minum.Kegiatan ini hanya
berhubung dengan kesopanan dan etika. Sama sekali tidak mengancam eksestensi
jiwa manusia ataupun mempersulitkan kehidupan seseorang.
3) Memelihara Akal (Hifz
Al-‘Aql)
Memelihara
akal,dilihat dari segi kepentingannya,dapat dibedakan menjadi tiga peringkat
yaitu:
a) Dharuriyyat:
Diharamkan meminum minuman keras. Jika tidak diindahkan maka akan mengakibatkan
terancamnya eksestensinya akal.
b) Hijiyyat:
Sepertinya menuntu ilmu pengetahuan.Jika hat tersebut diindahkan
maka tidak akan mengakibatkan terancamnya eksestensinya akal.
maka tidak akan mengakibatkan terancamnya eksestensinya akal.
c) Tahsiniyyat:
Menghindarkan diri dari menghayal atau mendengarkan sesuatu yang tidak
berfaedah. Hal ini jika diindahkan maka tidak akan ancamnya eksestensi akal
secara langsung.
4) Memelihara Keturunan
(Hifz An-Nasl)
a) Dharuriyyat:
Sepertinya disyari’atkan nikah dan dilarang berzina.Jika di abaikan maka
eksestensi keturunannya akan terancam.
b) Hijiyyat:
Sepertinya ditetapkan menyebut mahar bagi suami pada waktu akad nikah dan
diberi hak talaq padanya.Jika mahar itu tidak disebut pada waktu akad maka si
suami akan mengalami kesulitan, kerana suami harus membayar mahar misalnya.
c) Tahsiniyyat:
Disyariatkan Khitbah atau Walimat dalam perkahwinan.hal ini jika diabaikan maka
tidak akan mengancam eksestensi keturunan.
5) Memelihara Harta (Hifz
Al-Mal)
a) Dharuriyat: Tata
cara pemilikan dan larangan mengambil harta orang lain. Jika Diabaikan maka
akan mengakibatkan eksestensi harta.
b) Hijiyyat:
Sepertinya tentang jual beli dengan salam.Jika tidak dipakai salam, Maka tidak
akan mengancam eksestensi harta.
c) Tahsiniyyat: Menghindarkan diri dari
pengecohan atau penipuan.Hal in erat Kaitannya dengan etika bermu’amalah atau
etika bisnis.
2.7 Kedudukan dan Fungsi Al-Qur’an
Al-Qur’an
mempunyai fungsi dan kedudukan yang sangat besar bagi manusia untuk mamahami
tentang jati diri dan hakikat hidupnya di permukaan bumi ini. Al-Qur’an
merupakan pedoman pertama bagi manusia setelah yang keduanya Hadits, yang
merupakan sumber hukum pertama bagi manusia dan tidak ada satupun yang dapat
mengganti kedudukan Al-Qu’an sebagai sumber hukum Islam, Al-Qur’an itu membahas
segala sesuatu secara global misalnya, Al-Qur’an membahas tentang
Sastra tapi Al-Qur’an bukan merupakan buku sastra tetapi ia membahas sastra
yang sangat tinggi dan sebagainya.
2.7.1 Kedudukan Al-Qur’an
1.
Al-Qur’an sebagai sumber berbagai disiplin ilmu keislaman di antaranya yaitu:
a.
Ilmu Tauhid
(Teologi)
b.
Ilmu Hukum
c.
Ilmu Tasawuf
d.
Ilmu
Filasafat Islam
e.
Ilmu Sejarah
Islam
f.
Ilmu
Pendidikan Islam
2. Al-Quran sebagai Wahyu Allah SWT yaitu seluruh ayat
Al-Qur’an adalah wahyu Allah; tidak ada satu kata pun yang datang
dari perkataan atau pikiran Nabi.
3.
Kitabul Naba wal akhbar (Berita dan Kabar) arinya,
Al-Qur’an merupakan khabar yang di bawah nabi yang datang dari Allah dan di
sebarkan kepada manusia.
4.
Minhajul Hayah (Pedoman Hidup), sudah seharusnya
setiap Muslim menjadikan Al-Qur’an sebagai rujukan terhadap setiap problem yang
di hadapi.
5.
Sebagai salah satu sebab masuknya orang arab ke agama
Islam pada zaman rasulallah dan masuknya orang-orang sekarang dan yang akan
datang.
6.
Al-Quran sebagai suatu yang bersifat Abadi artinya,
Al-Qur’an itu tidak akan terganti oleh kitab apapun sampai hari kiamat baik itu
sebagai sumber hukum, sumber ilmu pengetahuan dan lain-lain.
7.
Al-Qur’an di nukil secara mutawattir artinya,
Al-Qur’an disampaikan kepada orang lain secara terus-menerus oleh
sekelompok orang yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta
karena banyaknya jumlah orang dan berbeda-bedanya tempat tinggal mereka.
8.
Al-Qur’an sebagai sumber hukum, seluruh mazhab sepakat
Al-Qur’an sebagai sumber utama dalam menetapkan hukum, dalam kata lain bahwa
Al-Qur’an menempati posisi awal dari tertib sumber hukum dalam berhujjah.
9.
Al-Qur’an di sampaikan kepada nabi Muhammad secara
lisan artinya, baik lafaz ataupun maknanya dari Allah SWT.
10. Al-Qur’an
termaktub dalam Mushaf, artinya bahwa setiap wahyu Allah yang lafaz dan
maknanya berasal dari-Nya itu termaktub dalam Mushaf (telah di bukukan).
11. agama islam
datang dengan al qur'annya membuka lebar-lebar mata manusia agar mereka
manyadari jati diri dan hakikat hidup di muka bumi.
2.7.2 Fungsi Al-Qur’an
1. Dari
sudut subtansinya, fungsi Al-Qur’an sebagaimana tersurat nama-namanya
dalam Al-Qur’an adalah sebagai berikut :
a. Al-Huda
(petunjuk), Dalam al-Qur'an terdapat tiga kategori tentang posisi al-Qur'an
sebagai petunjuk. Pertama, petunjuk bagi manusia secara umum. Kedua, al-Qur'an
adalah petunjuk bagi orang-orang bertakwa. Ketiga, petunjuk bagi orang-orang
yang beriman.
b. Al-Furqon
(pemisah), Dalam al-Qur'an dikatakan bahwa ia adalah ugeran untuk membedakan
dan bahkan memisahkan antara yang hak dan yang batil, atau antara yang benar
dan yang salah.
c. Al-Asyifa
(obat). Dalam al-Qur'an dikatakan bahwa ia berfungsi sebagai obat bagi
penyakit-penyakit yang ada dalam dada (mungkin yang dimaksud disini adalah
penyakit Psikologis)
d. Al-Mau’izah
(nasihat), Didalam Al-Qur’an di katakan bahwa ia berfungsi sebagai
penasihat bagi orang-orang yang bertakwa
2.
Fungsi Al-Qur’an di lihat dari realitas kehidupan manusia
a. Al-Qur’an sebagai petunjuk jalan yang lurus bagi kehidupan
manusia
b. Al-Qur’an sebagai mukjizat bagi Rasulallah SAW.
c. Al-Qur’an
menjelaskan kepribadian manusia dan ciri-ciri umum yang membedakannya
dari makhluk lain
d.Al-Qur’an sebagai korektor dan penyempurna
kitab-kitab Allah sebelumnya
e. Menjelaskan kepada manusia tentang
masalah yang pernah di perselisika ummat Islam terdahulu
f. Al-Qur’an berfungsi
Memantapkan Iman
g. Tuntunan dan hukum untuk menempuh
kehiduapan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Sumber-sumber
Islam merupakan hal yang penting bagi kita, karena sumber Islam merupakan
petunjuk kita untuk menjalani hidup. Adapun yang di namakan dengan sumber hukum
Islam yaitu segala sesuatu yang melahirkan atau menimbulkan aturan yang
mempunyai kekuatan yang bersifat mengikat yang apabila di langgar akan
menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata.
2. Sumber ajaran
Islam di rumuskan dengan jelas oleh Rasuluallah SAW, yakni terdiri dari tiga
sumber, yaitu kitabuallah (Al-Qur’an), As-Sunnah (Hadits), dan Ra’yu atau akal
pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad.
3. Mengenai
karakteristik masing-masing sumber ajaran islam dapat di bagi menjadi 2, yaitu:
a. Sumber ajaran Islam primer yang terdiri dari Al-Qur’an
dan Hadits.
Al-Qur’an
sendiri didalamnya terdapat pokok isi utama yaitu, tauhid, ibadah, janji
& ancaman, kisah umat terdahulu, berita tentang
zaman yang akan datang, dan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan. Di dalam Al-Qur’anpun terdapat
komponen-komponen sumber ajaran Islam yaitu, hukum I’tiqodiyah, Amaliah, dan
Khuluqiah. Sedangkan khusus hukum syara terdiri dari
hukum Ibadah dan Muamalat.
Adapun di
dalam hadits terdapat beberapa komponen yaitu, sunnah qauliyah, sunnah
fi’liyah, sunnah taqririyah, dan sunnah hammiyah. Fungsi hadits sendiri adalah:
Memperkuat hukum, memberikan rincian, memberi pengecualian, dan menetapkan
hukum yang tidak didapati dalam Al-Qur’an.
b. Sumber ajaran islam sekunder di
dalamnya terdapat ijtihad, dan dilam ijtihad tersebut mengandung beberapa pokok
isi utama yaitu ijma’, qiyas, istihsan, maslahat mursalah, syadudz dzariah,
istishab dan ‘urf.
3.2 SARAN
A. Marilah kita
semua menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup kita dan menjadikannya
sebagai rujukan terhadap setiap permasalahan yang kita hadapi.
B. Marilah kita
semua menjadiakn kiata sebagai manusia yang memiliki kepribadian Qur’ani.
C. Marilah kita
semua menpelajari, memahami dan menelaah tentang isi dari kandungan Al-Qur’an
tersebut secara mendalam dari setiap ayat yang di wahyukan Allah yang termaktub
dalam mushaf.
DAFTAR PUSTAKA
Ø ‘Abd
Az-‘azhim, Az-Zarqani Muhammad. Manhil al-‘irfan, Dar al-Fikr, Bairut, t.t,
jilid I hlm 106.
Ø Amin, Muhammad Suma. Ulumul Qur’an. Jakarta: Rajawali, 2013
Ø Didik ahmad supadi dan sarjuni, Pengantar studi Islam, Semarang:
Rajawali Pers, 2011
Ø Mahfud, Rois. Al-Islam PendidikanAgama Islam, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2011
Ø Muhaimin,
dkk. Studi Islam Dalam Ragam Dimensi dan
Pendekatan, Jakarta: kencana, 2012
Ø Musahadi HAM, Evolusi Konsep Sunnah, Semarang: CV. Aneka Ilmu, anggota IKAPI, 2000
Ø Nata,
Abuddin. Studi Islam komperehensif, Jakarta: Kencana 2011
Ø Suparta, Munzier. Ilmu Hadits, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2002
Ø Uhbiyati, Nur. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Islam, Semarang: Pustaka
Rizki Putra, 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar